Sabtu, 23 Oktober 2010

Obyek Wisata HSU

          Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan ibukota Amuntai memiliki cukup banyak lokasi yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata, baik itu berupa Wisata Alam, Wisata Buatan, Wisata Religius, Wisata Sejarah/Wisata Budaya, dan Wisata Adat yang cukup potensial untuk dikembangkan.
Kota Amuntai, Ibukotanya Kabupaten Hulu Sungai Utara diapit dua sun

gai yaitu sungai Tabalong dan Balangan. Untuk wisata kota, wisatawan dapat mengunjungi Masjid Raya Amuntai, Pantai Amuntai atau melongok Taman Kota Junjung Buih, berkunjung ke Monumen Perjuangan/melihat Monumen Itik Alabio yang menghiasi kota.
1. Candi Agung
Pintu Masuk
Candi Agung Amuntai merupakan peninggalan Kerajaan Negaradipa Khuripan yang dibangun oleh Empu Jatmika abad ke XIV Masehi. Dari kerajaan ini akhirnya melahirkan Kerajaan Daha di Negara dan Kerajaan Banjarmasin. Menurut cerita, Kerajaan Hindu Negaradipa berdiri tahun 1438 di persimpangan tiga aliran sungai. Tabalong, Balangan, dan Negara. Cikal bakal Kerajaan Banjar itu diperintah oleh Pangeran Surianata dan Putri Junjung Buih dengan kepala pemerintahan Patih Lambung Mangkurat. Negaradipa kemudian berkembang menjadi Kota Amuntai.
Candi Agung diperkirakan telah berusia 740 tahun. Bahan material Candi Agung ini didominasi oleh batu dan kayu. Kondisinya masih sangat kokoh. Di candi ini juga ditemukan beberapa benda peninggalan sejarah yang usianya kira-kira sekitar 200 tahun SM. Batu yang digunakan untuk mendirikan Candi ini pun masih terdapat disana. Batunya sekilas mirip sekali dengan batu bata merah. Namun bila disentuh terdapat perbedaannya, lebih berat dan lebih kuat dari bata merah biasa.

2. Lomba Renang Kerbau Rawa
           Menyaksikan lomba renang unik yaitu lomba renang Kerbau Rawa yang menjadi atraksi yang menarik. Perlombaan kerbau rawa itu persis seperti perlombaan atau atraksi karapan sapi di Madura, tetapi lomba karapan sapi di lahan kering atau lapangan luas sementara lomba kerbau rawa di hamparan berair yang penuh dengan tanaman rawa.
Kalang
Kerbau Rawa atau biasa disebut Kerbau Kalang yang hidupnya lebuh banyak di air. Untuk menarik kunjungan wisatawan maka dilakukan terobosan dengan membuat lomba renang kerbau rawa. Lomba kerbau rawa tersebut, biasanya diselanggarakan pada setiap perayaan hari kemerdekaan RI, di lokasi yang sudah disediakan di kawasan tersebut, sehingga bagi turis mudah melihat atraksi lomba kerbau rawa itu.
Tetapi, bukan hanya atraksi lomba kerbau rawa yang menjadi daya pikat wisatawan khususnya wisatawan mancanegara ke daerah itu, yang menarik mereka jusru menyaksikan usaha peternakan kerbau itu yang dinilai rada unik. Berdasarkan catatan, kerbau rawa (Bubalus carabanensis) yang pula disebut sebagai kerbau (hadangan) kalang, karena kehidupan kerbau-kerbau ini berada di atas kalang di atas rawa.Kalang terbuat dari kayu-kayu besar yang disusun di tengah rawa untuk berteduhnya ternak besar ini, setelah berenang ke sana-kemari seharian di air dalam rawa untuk mencari makan.Sebuah kalang yang dibangun para peternak masyarakat Danau Panggang ini bisanya mampu menampung antara puluhan hingga ratusan ekor kerbau.
Karena kekhasan yang dimiliki oleh keadaan alamnya sebagai area genangan rawa serta keunikan penggembalaan ternak kerbau rawa yang dimiliki oleh daerah ini, di desa Bararawa kecamatan Danau Panggang dibangun stadion khusus sebagai arena lomba renang kerbau rawa. Lomba renang ini merupakan acara tahunan yang diselenggarakan sebagai alternatif wisata di daerah.


3. Amuntai Jual Kerajinan
           Tempat wisata pasar kerajinan dan sentra industri meubel yang berlangsung subuh Kamis merupakan kegiatan transaksi hasil-hasil kerajinan para pengrajin yang ada di Hulu Sungai Utara. Pada kegiatan pasar subuh ini banyak pedagang perantara yang melakukan transaksi dan membawa hasil-hasil kerajinan ini keluar daerah/pulau. Matahari belum lagi terbit. Namun, ratusan pengrajin sudah berduyun-duyun menuju jalan depan Rumah Sakit Pambalah Batung Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Mereka kemudian menjejer barang bawaannya di tepi jalan dengan rapi seperti ada yang mengatur.
Mungkin fenomena itu hanya ada di Amuntai. Sebuah "pameran on the road" yang diselenggarakan rakyat kecil yang berprofesi sebagai perajin. Mereka datang dari segala penjuru, mulai dari darat hingga hulu sungai, tanpa ada yang memberi komando.
Barang bawaan mereka beraneka macam, mulai dari yang benar-benar tradisional hingga yang modern. Mulai dari desain kerajinan yang khas desa hingga sudah tersentuh "desain kota" yang biasanya diperuntukkan bagi ekspor.
Dari "kubu perajin tradisional", berdatanganlah barang- barang kerajinan fungsional khas desa, seperti alat tangkap ikan tradisional lukah dan jambeh, nyiru, tanggui (caping khas banjar), lanjung (tas khas dayak), dan takitan (bakul untuk panen).
Kerajinan tikar, topi, kipas, dan anyaman lainnya sudah menjadi pemandangan dominan di pasar yang hanya ada setiap Kamis itu. Semua barang itu langsung berasal dari perajin utama yang keluar dari desa-desa sekitar Amuntai, sekitar 250 kilometer dari Banjarmasin.
"Kubu perajin modernis" membawa kerajinan yang pernah berjaya sebagai primadona ekspor pada tahun 1980-an. Di antaranya didominasi oleh kerajinan berbahan baku rotan, seperti lampit, kotak tisu dari rotan, kursi malas dari rotan, sketsel pintu dari rotan, dan beraneka jenis anyaman rotan lainnya.
"Pokoknya semua jenis anyaman ada di sini dan jika belum ada, bisa dibuatkan. Barangnya seperti apa, silakan ditunjukkan ke kami, pasti kami bisa membuatkannya berdasarkan gambar itu," kata Mastur, perajin dari Palimbangan, Kecamatan Amuntai Utara.
Soal harga? Di pasar itu dikenal sebagai pasar murah meriah. Sebuah topi bundar dari anyaman purun, misalnya, hanya dilepas pengrajin dengan harga Rp 1.000. Jika mengambil banyak, misalnya satu kodi, pedagang melepasnya dengan harga Rp 18.000 per kodi.
Sebuah kursi malas berpenampilan mewah yang terbuat dari rotan hanya ditawarkan Rp 75.000. Tikar dengan motif tradisional yang langka dengan ukuran 1,5 m x 2 m di pasar itu hanya dijual Rp 10.000.
Berbagai bentuk tas dan bakul yang terbuat dari anyaman tradisional rotan di pasar itu hanya ditawarkan antara Rp 15.000 sampai Rp 50.000. Para pedagang mengklaim anyaman mereka sudah sering dikirim ke Bali dan dari Bali diekspor ke mancanegara.
KAMIS pagi merupakan hari pasar khusus untuk barang kerajinan dari para pengrajin. Walaupun dinamakan pasar, tidak ada pengelola atau pemungut retribusi di kawasan itu. Bahkan, parkir kendaraan pun tidak ada yang memungut.
Kabupaten Hulu Sungai Utara setelah berpisah dengan kabupaten baru Balangan kini memang praktis tak memiliki sumber daya alam. Dengan lepasnya Balangan yang kaya batu bara, Amuntai kini benar-benar bergantung pada keterampilan sumber daya manusia, khususnya di bidang kerajinan.
Perajin dari Palimbangan, Kecamatan Amuntai Utara, Yusnah, mengatakan, dirinya dan juga hampir semua warga desanya sudah puluhan tahun benar-benar bergantung pada kerajinan tangan. Pasang surut desa tersebut juga bergantung pada nasib kerajinan di mata konsumen.
Pada dekade 1980-an, misalnya, di kalangan para pengrajin dianggap sebagai tonggak kejayaan kerajinan Amuntai karena kerajinan dari berbagai desa itu berhasil menembus ekspor ke berbagai negara Asia, terutama Jepang. Masa kejayaan itu berangsur-angsur surut memasuki dekade 1990-an.
Walaupun demikian, para perajin yang melayani pasar lokal hingga kini terus bertahan dan lambat laun memasuki tahun 2004 ini kerajinan Amuntai bangkit kembali. Desa-desa yang dulu terpuruk kini kembali bangkit dan mereka kembali menganyam.
Selain dengan tetap menguasai pasar ekspor melalui kota-kota di luar Jawa, semisal Surabaya dan Bali, kini mereka sudah berhasil ekspansi pasar ke Taiwan dan Korea. Sebelumnya, mereka hanya mengandalkan pasar ke Jepang, terutama untuk kerajinan lampit.
Kerajinan memang sudah mendarah daging. Bahkan, di Hulu Sungai Utara dimungkinkan tidak ada yang mau menganggur karena semua memiliki keterampilan menganyam atau beternak.
Setiap hari di desa-desa wisata itu mereka menganyam dengan puncak kegiatannya terjadi pada Senin hingga Rabu. Hari-hari itu masyarakat desa sedang mempersiapkan barang kerajinan untuk dibawa ke Pasar Kerajinan Kamis Subuh di Amuntai.
Kerajinan Sulaman Bordir Desa Teluk Betung
Kerajinan sulaman bordir yang turun-temurun di desa Teluk Betung kecamatan Sungai Pandan menjadi ciri khas daerah ini yang sering dikunjungi.
Lapangan Golf Air Tawar Indah
Di kecamatan Amuntai Utara ini yakni di desa Tayur terdapat lapangan golf Air Tawar Indah yang dibangun oleh pemerintah daerah sebagai tempat rekreasi dan olahraga yang sering dikunjungi khususnya yang memiliki kegemaran golf.

Monumen Kota Bebek Alabio
Kota Amuntai juga dikenal sebagai Kota Agrowisata Bebek Alabio. Oleh karena itu, di tengah kota terdapat sebuah patung bebek sebagai landmark kota ini. Namanya Monumen Bebek Alabio.
Di kota Amuntai ini berdiri Monumen Itik Alabio dengan megah
Menurut beberapa orang yang pernah merasakan masakan Bebek Alabio, rasanya tiada tara.
Pasar Itik Alabio
RABU dini hari, Pasar Itik Alabio di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, sudah menggeliat. Lalu lintas mulai padat. Sepeda onthel, sepeda motor, mobil angkutan desa, mobil pikap, truk, gerobak, perahu, dan manusia lalu lalang membawa tiga jenis barang dagangan: itik, telur itik, dan pakan itik.
Nama itik alabio yang tersohor di seluruh Nusantara karena produktivitas telurnya itu memang berasal dari nama pasar itik di tepi sungai itu. Bagi masyarakat Hulu Sungai Utara (HSU), itik alabio adalah penyangga ekonomi rakyat.
Sekurangnya 14.000 keluarga bergantung kepada rantai bisnis 1,2 juta ekor itik. Beternak itik bagi sebagian orang HSU adalah seni turun-temurun. Keahlian itu sulit diajarkan kepada orang lain karena sebagian mengandalkan ketajaman insting dan kepekaan perasaan semata. Untuk menyeleksi telur yang akan ditetaskan, peternak tidak perlu "meneropongnya", cukup meraba dan merasakan getaran permukaan telur. Untuk membedakan jenis kelamin anak itik, peternak hanya mendengarkan suaranya. "Kalau kwak-kwak pasti jantan, kalau kwik-kwik berarti betina," kata Saiman yang dijuluki "doktor" itik karena keahliannya menangguh (membedakan jantan-betina). 

4. Itik Alabio Desa Mamar
           Pada kecamatan Amuntai Selatan yakni di desa Mamar sering mendapat kunjungan khususnya bagi mereka yang berkepentingan dengan kegiatan pengembangan dan perdagangan hasil-hasil ternak itik.
 
          Bagi kabupaten Hulu Sungai Utara yang memiliki ternak itik yang khas daerah yakni itik Alabio, maka adanya sentra ternak itik Alabio di desa Mamar ini menjadi trade mark yang dikenal oleh daerah lainnya.
Titian Panjang Desa Pasar Senin
Titian panjang dan wisata memancing yang terdapat di desa Pasar Senin merupakan titian yang dibangun untuk menghubungkan desa Mawar Sari dengan jalan utama agar dapat menggerakkan roda perekonomiannya serta membuka isolasi akibat sulitnya sarana transportasi ke desa ini sebelumnya. Karena bentuknya yang memanjang sampai puluhan kilometer serta melalui wilayah genangan rawa yang merupakan tempat hidup ikan-ikan perairan rawa, maka daerah ini ramai didatangi khususnya bagi mereka yang gemar memancing.

▬►© urangbanua pencet

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Luar biasa..., saya bangga atas tulisan ini. Inilah kearifan lokal yang sesungguhnya. Semoga kerbau rawa tetap lestari. Salam

Posting Komentar

Photobucket Photobucket Photobucket>